TIGA
***
IFY maju-mundur mau memberikan keterangan, karena masih ada bagian-bagian yang bolong dalam cerita rekayasanya. Apalagi bila mengingat pertanyaan Oik: “Apa aja kata-kata Rio waktu menyatakan perasaannya?” Ngeri banget, kan? Makanya, karena pertanyaan Oik itu terlalu seram, Ify sampai tak sanggup ngarang. Dan begitu Ify sudah nekat mau memberikan keterangan—soalnya dia sudah benar-benar jutek dimusuhi terus—terdengar pemberitahuan dari sekretariat bahwa tim basket SMA Buana Karya akhirnya akan ikut ambil bagian dalam kompetisi basket tingkat SMA. Karena itu latihan anak diadakan intensif, mungkin setiap hari, mengingat kompetisi tinggal dua minggu lagi.
Pengumuman itu begitu mendadak, karena izinnya juga turun mendadak. Sebelumnya para guru memang keberatan, soalnya anggota tim inti yang akan turun kebanyakan siswa-siswa kelas tiga, yang sebentar lagi harus menghadapi UAN. Jadi lebih baik menitikberatkan pada pelajaran dari pada basket. Basket kan nggak di-UAN-kan.
Dengan adanya pengumuman itu, rencana Ify terpaksa ditangguhkan, karena siangnya Rio langsung ikut briefing.
“Nanti aja, Fy, abis kompetisi,” jawab Rio waktu disinggung soal itu. Ify tidak membantah lagi, soalnya semenjak pengumuman itu turun tuh cowok emang jadi sibuk berat.
Dan semakin intensif Rio latihan, berarti semakin intensif juga Ify nongkrong di pinggir lapangan. Rio tidak mengizinkan cewek itu pulang sendiri, meskipun saat itu sekolah sudah benar-benar sepi. Cewek-cewek ganas itu tidak terlihat lagi. Rio takut Ify dicegat di jalan, ditimpuk batu sih masih lumayan, kalo ditimpuk kapak kan urusannya bisa panjang.
Ify suntuk juga tiap hari harus nongkrong di pinggir lapangan. Masalahnya, Rio latihannya lumayan lama. Rata-rata dua jam tiap hari. Pernah dia pengin ikut latihan, sekadar ingin tahu dan ganti suasana. Tapi Ray langsung melarangnya.
“Jangan, Fy! Ntar lo keinjek, lagi…”
Hah! Sialan gak tuh? Perasaan Ify gak kecil-kecil amat. Keki juga dia waktu itu, diketawain ramai-ramai. Sebelum kenal Rio, Ify memang nggak begitu akrab sama anak-anak basket. Karena mereka jangkung-jangkung, dia jadi minder. Apalagi setelah mereka tahu Ify ternyata belum tujuh belas tahun, tambah habis si mungil itu digoda.
“Elo mendingan belajar deh,” kata Rio sambil mengeluarkan buku dari tas. “Nggak ikut bimbingan belajar, kan?” Ify geleng kepala. “Kalo gitu lo perlu pelajarin nih buku. Bagus. Banyak variasi soal”
Malas malasan Ify menerima buku yang disodorkan Rio. Dan makin suntuk lagi.
“Fisika? Gak ada yang laen?”
“Kenapa?”
“Kan susah. Kayak lo nggak tahu aja.”
“Jjustru karena susah, jadi harus lebih sering dipelajarin. Semakin susah suatu pelajaran, semakin gede juga porsi waktu yang harus disediakan. Paham?”
“Nggak. Abis udah siang sih,” jawab Ify ngelantur. Rio tertawa.
“Dicoba deh... oke ya? Met belajar.”
Di saat sepi begini, dan cuma tinggal segelintir orang, Rio masih meneruskan sandiwaranya. Cowok itu mengusap kepala Ify dengan penuh kasih sayang, lalu cabut ke tengah lapangan. Ify menarik nafas panjang-panjang begitu melihat satu kata di tengah sampul buku itu. FISIKA. Gede amat, membuat kepalanya tambah cenat-cenut.
***
Sebenarnya Rio nggak perlu khawatir soal keselamatan Ify, sampai si mungil itu terpaksa ikut pulang telat tiap hari. Oliv cs kan nggak pernah lagi melakukan aksi penculikan. Kesannya kok kayak teroris. Kurang beradab, gitu.
Dan sehubungan dengan adanya kompetisi basket, sekarang Oliv dan kawan-kawan sedang merencanakan aksi baru yang dijamin lebih bisa memberikan hasil. Yaitu aksi bikot! Tapi itu baru alternatif, karena mereka membutuhkan penawaran lain yang mereka anggap lebih lunak, meskipun agak-agak maksa.
Ify melongo waktu Sabtu sore Sivia datang dan cerita bahwa Oliv dan Febby sekarang sedang membentuk Panitia Khusus atau Pansus. Maksudnya jelas cuma satu, mereka memaksa Ify untuk mengatakan yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya, sejelas-jelasnya, soal jadiannya dengan Rio.
“Lucu, kan?” Sivia ketawa geli. “Itu kan namanya pelanggaran HAM! Orang mau pacaran sama siapa kek, itu hak masing-masing.”
“Siapa aja anggotanya?”
“Gue nggak tau pasti. Tapi yang ngerotok elo waktu itu ada semua, Fy.”
“Waduh! Gawat!” Ify langsung nepuk jidat.
Rio sendiri nggak sempat lagi memikirkan hal itu. Jadwalnya benar-benar padat. Pulang sekolah harus latihan, setiap hari. Sementara bimbingan belajar yang diikutinya jadi lima kali dalam seminggu, makin meningkatkan kesibukannya. Total dia cuma punya waktu istirahat hari Minggu. Itu pun kadang tidak bisa, karena dia anak baru kompleks tempat tinggalnya, jadi nggak enak mau nolak kalau diajak ikut kegiatan ini-itu. Makanya waktu Ify ngasih tahu soal Pansus itu, Rio menanggapinya ogah-ogahan.
“Paling nggak serius,” begitu katanya. Ify akhirnya jadi ikutan cuek. Soalnya kalau selama ini Oliv cs pada agresif, sekarang tidak ada gunanya sama sekali. Cuma dari Sivia-lah Ify mendengar bocoran rumor bakalan ada Pansus.
Eh, tapi ternyata.... bener! Dua hari kemudian, setelah bak detektif swasta diam-diam menguntit Ify ke mana pun cewek itu pergi, Oik dan Agni, dua jubir Pansus, membajak si mungil itu ke toilet. Satu-satunya tempat di mana Rio tidak bisa terus nempel.
Dan mirip debt collector yang sudah tiga kali bolak-balik tiga kali tanpa hasil, dengan roman galak mereka ngasih tahu hasil rapat pansus, bahwa Ify wajib memberikan keterangan YANG BENAR. Dan dalam waktu 3 X 24 jam! Kalau Ify sampai berani menolak, apalagi melakukan walk out (maksudnya langkah pasti tak peduli), pansus akan memberikan memorandum! Dan Ify harus mengundurkan diri dari jabatan sebagai ceweknya Rio. Karena dengan penolakan, itu berarti memang benar ada rekayasa di belakang proses jadiannya mereka.
Ganas, kan?
Ify jadi pusing, di satu sisi dia tidak bersikap kayak anggota DPR, maju terus pantang mundur. Karena di samping tidak punya anggota kabinet, dia juga tidak punya pendukung fanatik. Di sisi lain, yang menyerahkan mandat kan Rio, jadi cuma Rio yang berhak menentukan dia kudu lengser atau tidak.
Dan ini yang membuat Ify makin pusing. Rio kayaknya masa bodo amat terhadap pergerakan yang terjadi, sementara bila dilihat dari tampang Oik dan Agni, yang sudah pasti merupakan sampel random ekspresi para anggota pansus, dengan emosi mereka pasti akan memaksa Ify turun.
Karena tidak tahu mesti gimana, akhirnya Ify cuma diam. Sekaligus sambil menunggu apa benar bakalan ada memorandum. Kalau betul, apa isinya?
Tiga hari kemudian, Oliv telepon. Dia terpaksa berbaur begitu karena dia tahu, meskipun satu kelas, dia takkan bisa mendekati Ify apalagi ngajak ngomong empat mata.
“Gue mau ngomong sama elo!” ketus banget suaranya. Tanpa “halo”, lagi.
“Apaan?” Ify sama galaknya.
“Soal pesen yang gue sampein lewat Oik dan Agni itu.”
“Oh, itu. Mana? Katanya mau ngeluarin memorandum?”
“Ini memorandumnya, bego!” bentak Oliv.
Ify tercengang sesaat, terus ketawa keras. Memorandum kok dikasih tahunya lewat telepon?
“Namanya memorandum itu pake kertas, Tante! Bukan lewat telepon.”
“Ah, diem lu!” bentak Oliv. Tawa Ify makin keras.
“Makanya jangan sok pinter, ikut-ikutan bikin pansus. Memorandum itu apa, nggak tau?”
“DIEEEM!!!!” bentak Oliv, makin dongkol. “Sekarang lo boleh ketawa. Tapi nanti kalo lo udah tau apa isi memorandum itu, gue jamin... lo nggak bakalan bisa ketawa lagi!”
“Oh yaaa? Apaan?” tantang Ify, keberaniannya tidak surut. Dalam hati sih sebenarnya dia kerar-ketir juga. Cuma dia tidak mau memperlihatkannya, bisa makin bertingkah si Oliv ini.
“Heh!” Oliv mencibir angkuh, “Lo simak baik-baik ya!”
Dan Ify kontan ternganga. Terpana mendengar isi memorandum yang diucapkan Oliv dengan nada tegas itu.
Bahwa dalam waktu 2 X 24 jam, Ify wajib memberikan keterangan. Kalau tidak, di kompetisi basket tingkat SMA minggu depan, pansus akan melakukan aksi pemboikotan atas semua suporter!
Gawat banget, kan?
Besok paginya, waktu Rio jemput, Ify langsung menceritakan isi memorandum Oliv itu dengan kecemasan yang benar-benar menggunung. Soalnya itu kan bisa jadi urusan runyam. Tapi Rio malah tertawa dan meanggapinya dengan santai.
“Nggak mungkin!”
“Kalo mungkin, gimana? Udah deh, kita kasih keterangan aja yuk.”
“Jadwal gue padet banget, Fy. Elo kan tahu.”
“Ya. gue sendiri aja.”
“Elo sendiri?” Rio mengangkat alis tinggi-tinggi. “Berani? Elo bisa keluar tanpa bentuk nanti.”
Keberanian Ify ciut.
“Jadi gimana dong?”
“Nggak usah ditanggepin! Biarin aja, mereka kurang kerjaan!”
***
Ancaman itu ternyata benar-benar serius. Begitu batas waktu 2 X 24 jam sudah lewat dan Ify tetep tenag-tenang saja, Pansus langsung bertindak.
Sebenarnya Ify cuma tenang di luar, dalam hati sih dia cemas banget. Tapi karena Rio sudah bilang “cuekin aja”, ya terpaksa dia patuh. Sebagai kopral, kan jelas dia nurut aja apa kata komandan.
Sekarang Ify tinggal menunggu laporan Sivia, yang punya jabatan rangkap: sohib sekaligus koresponden. Soalnya, sejak jadi kembar siamnya Rio, hubungan Ify dengan dunia luar agak-agak renggang. Sekarang cewek-cewek rada segan mau ngomong sama Ify, karena begitu ngeliat makhluk keren yang nggak pernah jauh dari Ify, mereka suka berdoa tanpa sadar, semoga Ify dan Rio cepet bubaran. Jadi dari pada mendoakan yang jelek melulu, mending menghindar.
Dan menurut laporan Sivia, ancaman itu ternyata sangat serius! Katanya, Oliv bakalan ngasih duit sepuluh ribu perak per orang buat mereka yang nggak nongol di GOR hari minggu besok. Waktu Ify member tahu Rio soal itu, cowok itu tetap tenang.
“Nggak mungkin lah, Fy, sepuluh ribu kali seratus orang aja udah berapa? Satu juta. Ini sekolah punya murid berapa ekor? Hampir 2.500! jadi berapa totalnya? Dua puluh lima juta! Gila apa? Uang segitu bisa buat beli mobil, tau!”
“Yo, elo nggak tau Oliv sih. Tu anak belanja baju aja yang paling deket di Singapura sama Hong Kong. Sekarang dia malah suka bolak-balik Paris-London. BMW yang dia pake ke sekolah tiap hari itu, STNK-nya udah atas nama dia loh. Hadiah ultah sweet seventeen tahun kemaren. Jadi, kalo cuma duit dua puluh juta sih... kecil!”
“Jadi?”
“Lo mau tanding tanpa supporter?”
“Kan ada elo? Sivia, Cakka temen-temen sekelas. Pasti mereka nggak mempan sogokannya Oliv. Yang cowok loh. Nggak tau deh kalo cewek.”
“Jadi cuekin aja nih?”
“Iya!”
***
Anggota tim basket sendiri berusaha nggak ambil pusing masalah itu. Mereka tetap giat latihan meskipun usaha pemboikotan lumayan ekstrem. Di saat mereka latihan di halaman sekolah, murid-murid jarang yang mau sejenak berhenti untuk nonton, apalagi memberikan semangat. Semuanya cuma lalu-lalang, lewat begitu saja seakan anggota tim basket tak kasat mata.
Tapi ternyata bukan cuma sampai situ. Pansus punya aksi, cheerleaders yang sepanjang sejarah pembasketan SMA Buana Karya selalu ikut ambil bagian, juga ikut diboikot!
Cewek-cewek manis itu dilarang tampil mengiringi tim basket di kompetisi nanti. Biar aja cowok-cowok itu bertanding sendiri.
Padahal kelompok cheerleader itu latihannya lebih intensif, kalau tim basket baru latihan begitu izin dari Kepsek turun, cewek-cewek itu malah udah star waktu izin itu masih jadi desas-desus. Dan begitu izin benar-benar keluar, tiap hari mereka malah latihan sampai sore.
Tapi cewek-cewek yang kebanyakan siswi kelas satu dan dua itu terpaksa pasrah, ikhlas merelakan usaha keras mereka jadi mubazir. Soalnya ekskul cheerleaders yang tergabung dalam wadah bernama Buana Karya Cipta itu bisa eksis dengan berbagai macam kegiatan karena dukungan dana dari ortu Oliv. Jadi mereka nggak enak mau masa bodo atau jalan terus.
Sion, kapten tim basket SMA Buana Karya, geleng-geleng kepala. Tidak percaya waktu Zevana, koreografer kelompok cheerleader, menyampaikan berita bahwa mereka gak bisa ikut memeriahkan kompetisi seperti yang sudah-sudah.
“Ada apa?” tanya Patton, salah satu anggota tim inti, begitu Zevana pergi dengan wajah lesu. Sion garuk-garuk kepala, lalu menarik nafas panjang banget, baru menjawab.
“Yaaah... no supporter! No cheerleader! Bener-bener no one! Only us!”
Obiet yang berdiri di samping Rio, tiba-tiba ketawa. Dia merangkul cowok di sebelahya.
“Ini gara-gara elo, Yo, bener-bener hebat! Gue salut!!!”
Rio cuma menyeringai, mereka melanjutkan kembali meneruskan latihan meskipun berita itu agak memecahkan konsentrasi.
Tapi Ify yang duduk di pinggir lapangan dengan buku di pangkuan jadi ternganga saat mendengar percakapan itu. Tanpa supporter, dan sekarang tanpa cheerleader pula?
Ini sih bener-bener kelewatan!!
***
Ify merasa dia nggak boleh diam aja. Dia harus bertindak! Ini sudah kelewatan, masa cuma gara-gara dia jadian sama Rio, harus nama sekolah jadi taruhan? Tapi dia nggak mau minta pendapat Rio, paling nanti dia disuruh nyuekin lagi.
“Ify...” Ify mendongak. Ternyata Cakka. “Kenape ngelamun?”
Ify tersenyum tipis, menggeser badannya membagi kerindangan pohon untuk cowok yang tumben-tumbenan sudi mampir melihat orang main basket. Karena bagi Cakka, satu-satunya olahraga yang menurutnya menarik adalah lari.
“Ngelamunin ini, yang pada mau bertanding.”
“Oh iye, Fy, gue denger-denger, katenye tim cirlider juge diboikot ame Oliv, ye?” tanya Cakka pelan.
“Iya,” desah Ify lirih. “Gue jadi nggak enak nih, Ka.”
“Kenape?”
“Nah kan gara-gara gue.”
“Kagak juge.”
“Kok begitu? Udah jelas-jelas semua ini gara-gara Oliv jealous sama gue.”
“Orang kaye kelakuannye emang begitu… kagak di mane-mane, Fy.”
“Lo kok nggak? Babe lo kan juragan tanah.”
“Gue mah laen,” jawab Cakka serta merta. “Gue pan orangnye kagak sengak! Dose kate enyak gue. Kite kagak boleh belagu! Harte pan titipan Tuhan. Bise diambil lagi ntar.”
Ify tersenyum lebar. Dia salut banget sama cowok betawi satu ini.
“Jadi gimana, Ka,” keluh Ify. Sebenarya dia tidak mengharapkan jawaban, tapi Cakka jadi ikut putar otak melihat muka karuh di sebelahnya.
“Emangnye nyang namenye cirlider kudu cewek ye?”
“Ya nggak ada peraturannya begitu sih.”
“Ya udeh! Gue juge mau jadi cirlider. Timbang joget-joget doang. Cetek.”
“Ngaco lo, ah!” Ify terbelalak lalu ketawa. “Masa’ cowok mau jadi cheerleader?”
“Yeee, daripade kagak ade, Fy. Cirlider emerjensi, ape mau dikate?”
Ify terdiam. Boleh juga sih sebenarnya, tapi nggak, ah. Gila!
“Tapinye elo jangan bilang sape-sape dulu ye, takut ntar Oliv tau, terus gue diboikot juge.”
“Lo serius, Ka?” Ify tebelalak menatap cowok itu. Tapi dia tidak menjawab, ternyata dia lagi serius mikir, keningnya sampai keriting.
“Ntar latihannye di rume gue aje. Biar aman. Pan kesian, ude latihan panas-panasan saban ari, eh kagak ade nyang dateng buat nyuport, kagak ade cirlider juge.”
“Terus lo mau ngajak sapa, Ka? Mana ada yang mau lagi.”
“Ntar gue pikirin di rume.” Cakka bangkit berdiri. “Gue pergi dulu ye, Fy, ude tenge ari banget nih.”
“He-eh deh. Makasih ya, Ka.”
“Iyeee. Eh...” Mendadak cowok itu balik lagi. “Besok pesen nasi kagak?”
Ify diam sejenak, sebenarnya sih dia udah bosan, gila aja. Enam bulan lebih dia ditawarin nasi uduk terus tiap harinya, tapi karena Cakka sudah berbaik hati mau ikut mikirin aksi boikot ini, Ify jadi nggak tega buat nolak.
“Iya deh.”
“Ame Rio sekalian?”
“Iya dong. Tapi duitnya besok ya.”
“Ntu gampang dah. Pekare duit mah kalo nasi ude di tangan. Yuk, gue jalan dulu. Daaaah…”
Ify menatap Cakka sampai cowok itu menghilang di balik gerbang. Dia tahu kenapa cowok itu mau memberikan bantuan, Karena Cakka juga pernah sakit hati sama Oliv, soalnya Oliv nyebut nasi uduknya “Nasi Udik”.
“Udah jaman milenium begini, masih makan nasi uduk juga,” gitu Oliv pernah ngomong, di depan kelas, lagi! Padahal apa hubungannya ganti millennium sama nasi uduk coba?
***
Ify benar-benar tidak bisa lagi cuma diam. Dibantu Sivia, Deva, Ozy, Kiki dan segelintir orang lagi, dia berusaha sebisa mungkin mengumpulkan supporter. Tapi susah, yang doyan olahraga, apalagi penggemar basket, rata-rata sudah terima uang dari Oliv, otomatis mereka diharamkan untuk datang.
Yang ada tinggal mereka-mereka yang tidak tertarik pada pertandingan olahraga. Nonton di TV yang bisa sambil makan, tidur-tiduran, bahkan tidur betulan saja mereka malas, apalagi ini yang langsung ke GOR.
Meskipun begitu, Ify tetap berusha. Coba memberikan keyakinan bahwa bagaimanapun juga loyalitas tidak bisa diukur dengan uang. Baru dikasih sepuluh ribu perak aja masa langsung nggak peduli dengan perjuangan teman-teman yang berusaha mengharumkan nama sekolah. Gimana kalau nanti Belanda balik lagi, terus nawarin jutaan gulden buat jadi kompeni?
Makanya, meskipun sudah pontang-panting sampai hari ketiga, empat hari sebelum kompetisi dimulai, Ify cuma dapat lima puluh supporter. Itu juga dua puluh orang teman sekelas yang ternyata memang tidak mempan sogokannya Oliv.
Tapi untuk gedung GOR yang kepasitasnya sepuluh ribu orang, itu sama saja seperti teriak di padang pasir. Tidak mungkin ada gemanya. Selain itu Ify juga tidak tahu Cakka serius atau tidak soalcheerleader itu, karena setelah waktu itu Cakka nggak bicara apa-apa lagi. Dan sewaktu ditanya, tu cowok cuma cengar-cengir kuda. Dan ketika diam-diam Ify lewat beberapa kali di depan rumah juragan nasi uduk itu, rumah Cakka mah tampak sepi! Tidak ada tanda-tanda orang berkumpul, apalagi suara musik mengentak-entak yang sering dipakai untuk mengiringi cheerleader.
Akhirnya Ify menarik kesimpulan bahwa waktu itu Cakka cuma simpati sesaat.
Cheerleader cowok? Emang edan banget sih!
***
Ternyata Rio juga mulai menerima tekanan dari teman-teman satu timnya.
“Emang konyol sih,” keluh Sion. “Naksir orang emang hak asasi setiap orang. Hak kita untuk memilih cewek yang kita mau, tapi khusus elo ini laen, Yo, masalahnya udah merembet ke mana-mana. Udah nggak masuk akal lagi kalo sampe hal sepenting ini jadi taruhannya. Makanya...” Sion menepuk-nepuk pundak Rio. “Mending lo jelasin deh ke cewek-cewek yang jealous itu.”
Obiet, Ray juga Patton setuju sama usul itu.
“Demi tim kita, Yo,” kata Sion. “Orang cemburu itu jusru harus lebih diwaspadain, masih mending orang gila, udah ketahuan!”
Tapi usul untuk memberikan penjelasan itu ternyata cuma datang dari pemain inti. Sementara lima pemain cadangan sama sekali tidak peduli soal pemain cadangan sama sekali tidak peduli soal ketiadaan supporter dan cheerleader itu.
Rio jadi bingung dengan adanya kejadian ini, keputusannya untuk ngajak Ify ngasih keterangan di depan pansus jadi maju-mundur. Empat orang mengajukan sebaiknya begitu, lima orang cuek bebek.
Tapi besoknya hari Jumat dua hari menjelang pertandingan, di madding ditempelkan pengumuman yang gedenya gila-gilaan. Ditulis dengan tinta merah di atas selembar kertas karton hitam. Bunyinya:
UNTUK TEMEN-TEMEN SMA BUANA KARYA!
DATANG KE GOR HARI MINGGU BESOK. KARENA AKAN ADA KEHEBOHAN BUUESAAAAARRR!!!!
LUPAIN DUIT 10 RIBU PERAK. KARENA KALO ELO-ELO PADA NGGAK DATENG DIJAMIN BAKALAN..... RUGI BERAT...RAT...RAT....RAT! MENYESAL SEUMUR HIDUP...DUP...DUP...DUP....!
10 JUTA PERAK JUGA GAK BAKALAN NUTUPIN KERUGIAN ELO! GAK BAKALAN NGILANGIN PENYESALAN ELO-ELO KARENA NGGAK DATENG DAN MENYAKSIKAN KEHEBOHAN ITU.
MAKANYAAA.....
DATANGLAH BERI DUKUNGAN UNTUK TIM BASKET KITA! DAN ELO-ELO BAKAL MENYAKSIKAN SESUATU YANG LAIN DARIPADA YANG LAIN.
DAHSYAT DAN MENCENGANGKAN!!!!
TTD: POLTERGEIST (HANTU TANPA WUJUD)
Pengumuman itu langsung menimbulkan gemparan. Semua bertanya-tanya dan jadi penasaran.
Yang paling kelimpunyan adalah Obiet. Dia dibombardir pertanyaan dari mana-mana. Tapi dia tidak bisa memberikan jawaban apa-apa karena memang tidak tahu apa-apa. Waktu dia mau nanya ke salah satu anggota timnya, mereka malah lebih antusias lagi mencari tahu siapa si Poltergeist itu. Lima pemain cadangannya malah sebodo teuing. Nggak pusing.
Obiet makin penasaran lagi ketika mencerna surat kaleng. Isinya singkat:
NGGAK USAH KUATIR SOAL SUPORTER, MEREKA PASTI DATENG!! DIJAMINNNN!!
(dari kita-kita anggota cheerleader)
Cuma begitu isinya. Obiet bingung, dia langsung mencari , tapi Zevana bilang, surat itu bukan dari mereka karena tetap tidak akan bisa tampil.
Obiet tercenung. Berarti... ada kelompok cheerleader lain!
***
Munculnya pengumuman aneh itu langsung diantisipasi oleh pensus dengan jalan menaikkan jumlah sogokan. Sepuluh ribu lagi. Kali ini dari koceknya Febby. Soalnya dampak pengumuman itu ternyata memang dahsyat. Hampir delapan puluh persen uang yang sudah dibagi-bagikan, langsung dikembalikan. Semua yang menbaca deratan kata itu kebanyakan langsung terhasut dan memutuskan untuk nonton.
Tapi ketika uang sepuluh ribuan yang disodorkan bertambah jadi dua lembar, banyak yang ngiler dan kontan bimbang. Cewek-cewek anggota pansus emang nggak kurang akal. Mereka berusaha meyakinkan bahwa yang namanya kompetisi antar-SMA sih kompetisi kelas amatir, jadi nggak rugi deh kalo nggak nonton. Kobatana, itu batu keren. Berkelas! Seru!
Akibat lain dari munculnya pengumuman misterius itu adalah Ify jadi kena teror. Sebentar sebentar telpon berbunyi, dan meskipun orang di ujung sana berbeda disetiap deringnya, isinya tetap sama. Dengan nada tegas, cenderung kasar dan maksa, Ify disuruh mengaku sedang merancang rencana apa!
Oliv dan Febby bahkan dengan tegas dan terus menuduh Ify-lah orang dibalik munculnya pengumuman itu, dan meskipun Ify sudah berteriak sampai nyaris histeris dan bilang bahwa dia tidak tahu apa-apa, cewek-cewek yang lagi pada cemburu buta itu tetap tidak ada yang percaya.
Ify sendiri mulai curiga, asal-muasal pengumuman itu pasti dari Cakka. Tapi dia tidak punya kesempatan bertanya, karena hari Jumat saat pengumuman itu muncul Cakka langsung pulang begitu bel. Tidak menanyakan pesanan nasi uduk seperti biasanya. Sabtu-nya Cakka malah tidak masuk. Ditelepon ke rumahya, katanya lagi pergi!
Daripada donkol, akhirnya Ify terpaksa nginap di rumah Dea, sepupunya Ray. Si Dea ini dari seminggu yang lalu sudah nelepon Ify bahwa dia pengin banget bawa kue buat cowok-cowok yang mau betanding. Makanya dia minta Ify bantuin masak.
Sebetulnya sih Ify malas. Soalnya cowok-cowok basket itu perutnya pada susah kenyang-nya sih. Ngasih makan mereka tuh kayak ngasih makan sapi, kudu banyak!
Tapi dari pada kuping jadi sakit, kepala jadi sakit, hati apalagi, mending sakit badan, istirahat sebentar bisa hilang. Karena itu, setelah geladiresik siang itu, Ify ikut mobil Ray.
***
Kepagian ya? baru jam segini udah nongol aja saya'.')
Saya jadi agak mikir mau ngepost lanjutan FAIRISH, abisan dari pertama udah keliru bikin perhitungan (masalahnya kan saya tau namanya doang:p). Menurut survey chapter kemaren, anak yang namanya OLIP masak udah kecil, pake kacamata pula-_-ebuset, jatuhnya jauh amat sama OLIP yang di sini. Kenapa gasekalian pake Cakka-_-)?
.chapter ini dibikin 1 bagian, tanggung sekale kalo dipotong:P
.likernya terserah, kalo gaiklas ya gausah ngasih. etapi gajadi, likenya harus 100 ding:p harus iklas!:D Chapter 4 seru pisan, rugi kalo ganunggu!!!!:D
@ryco_nan
