Minggu, 03 Juli 2016

#KutipanFavorit : Ayah Pidi Baiq

Masih dari ayah Pidi, ini beberapa kutipan yang saya gilai:

Kurang ajar! Selalu saja dia punya cara, untuk bisa membuat aku mencintainya. Merepotkan!

Mungkin ada org yang menulis untuk mengatakan kata hatinya, maafkan aku kalau salah, karena aku menulis untuk mndengarkan kata hatiku.

Waktu akan membuatku lupa, tapi yang aku tulis akan membantu membuatku ingat.

Aku memang malas bangun pagi, tapi aku rajin bangun siang.

Tenang saja, perpisahan tak menyedihkan, yang menyedihkan adalah, bila habis itu saling lupa.

Aku mencintaimu, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserahlah, itu urusanmu (for Tera Errau) 

Pergi keluar rumah untuk apa pun yang engkau lakukan, tujuannya adalah kembali ke kamar tidur.

Kalau karena aku bangun siang, nanti rizkiku dipatok ayam. Biarlah, nanti ayamnya kumakan juga.

Jangan sedih, nanti rugi, karena kita dilahirkan oleh sebab orang tua yang bersenang-senang.

Lebih banyak quote dari ayah Pidi? Cek disini: QUOTES PIDI BAIQ

#OneShoot: "Kau Berubah", Katanya.

"Kau kenapa mendadak jadi tidak bisa berpaling seperti ini?"

"Apa?"

"Kenapa kau yakin sekali pada pria ini? Tidak seperti saat kau jatuh cinta yang dulu-dulu", diperjelasnya pertanyaan tadi.

"Entahlah... dia berbeda. Dia yang aku inginkan."

"Kalau ternyata jodoh kau malah calon sajarna teknik itu? Macam mana?"

"Aku malah takut", erangku. "Aku takut calon sarjana itu, yang katamu tampan, dan berpendidikan malah tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan, tidak seperti yang satu ini. Dia membuktikan, bahwa apa yang aku inginkan dan aku butuhkan bisa berwujud satu orang yang sederhana."

"Terus saja kau puji kekasihmu itu!"

"Aku mencintai cara berpikirnya, meski banyak tak sejalan denganku. Kau tahu kan, aku ini bodoh. Jadi dia yang pandai."

"Pandai memainkan perasaan kau?"

"Ih aku serius coeg. Dia sudah mengubah cara pandangku akan dunia. Aku jadi lebih hidup, hatiku yang mati rasa kemarin kini jadi nano-nano."

"Kau makan tuh nano-nano! Banyak asamnya."

Hening beberapa saat, hingga dia bertanya kembali.

"Sudah dibalaskah pesan kau sama pangeranmu itu?"

Aku hanya diam tertunduk ke arah layar ponselku, "Huftt... Cuma diread".

"Gila!", makinya.

"Apa?"

"Kamu gila!"

"Mungkin, akhir-akhir ini aku merasa gejala gila ada padaku"

"Sinting! Kau mati-matian pertahankan dia, sedang dia ingin lepas."

"Aku salah ya? Aku menyakitinya?"

"Pikir saja sendiri", dia mengubah posisinya yang terlentang jadi miring untuk memeluk guling. Aku ikut rebahan di sebelahnya.

"Ya, aku menyakitinya dengan tidak melepasnya. Iya kan coeg?"

"Kau pikir saja sendiri coeg, kau jadi tidak peka seperti dulu. Aku jadi tak kenal kau! Dikasih apa kau sama dia? Dia merubahmu selama aku pergi."

"Lihat kau! Semenjak dekat dengannya, kau jadi suka bersolek. Tingkahmu jadi seperti wanita tulen. Yang ini aku suka sih, tapi tetap saja rasanya bukan kau!", imbuhnya.

"Aku cinta dia tapi menyakitinya. Aku menyesal. Hidupku akhir-akhir ini jadi tak karuan, aku jadi tidak bisa berfikir. Kamu pergi, teman-teman pergi, orang tuaku makin asing. Lalu dia datang."

"Hmm...", acuhnya.

"Seandainya dia datang lebih dulu, aku yakin aku yang dulu bisa membahagiakannya."

"Intinya?"

"Bukan dia yang merubahku."

"Lalu?"

"Dia malah memperbaiki ku, tapi dia tak beri banyak waktu."

"Ya?"

"Aku ingin perbaiki hidupku, dan hubunganku dengannya. Aku cinta dia."

"Pergilah ke tempat kerjanya, katanya kau kangen."

"Sudah. Tapi dia sudah tak disana saat aku datang."

"Tak jodoh!"

"Kamu bilang kemarin kami jodoh, sewaktu tak sengaja ku parkir motor satu line dengannya."

"Cuma menghibur kau saja itu coeg!"

"Bangsat! Lalu aku harus bagaimana? Katanya kalau aku cinta, aku pasti tahu harus apa."

"Memang", dia menguap. "Kau tidurlah saja, ini sudah malam."